Kudus, berdikarinews.id – Panitia Khusus (Pansus) II DPRD Kudus menggelar rapat dengar pendapat (public hearing) membahas Ranperda Tanggung Jawa Sosial dan Lingkungan Perusahaan (TJSLP), Kamis (16/3). Poin krusial dalam Ranperda itu yakni terkait penentuan besaran dana CSR yang harus disalurkan oleh Perusahaan.
Ketua Pansus II DPRD Kudus Kholid Mawardi mengatakan, pihaknya mengundang perwakilan perusahaan di Kabupten Kudus. Public Hearing ini, kata Kholid, penting untuk mendengar masukan dari kalangan dunia usaha.
Kholid mengatakan, semua usulan maupun kritik yang disampaikan akan dibahas pada rapat kerja berikutnya.
“Kegiatan public hearing ini memang digelar untuk mendengar masukan para pelaku usaha sehingga Ranperda yang nantinya disahkan bisa diterima oleh masyarakat luas, terutama dari kalangan pengusaha,” ujarnya.
Ia mengatakan, aturan mengenai CSR bukan hal yang baru. Di sejumlah daerah bahkan telah menerapkan lebih dulu.
Di Bantul misalnya. Kholid mengatakan, saat berkunjung ke sana, pengelolaan CSR di Bantul bahkan cukup dengan Perbup.
“Tidak ada Perda disana. Hanya ada Perbup, tapi bisa jalan. Nah mumpung ini ada usulan Ranperda inisiatif dari DPRD Kudus, kami ingin agar penyaluran CSR lebih terkoordinasi dengan baik karena adanya aturan yang jelas,” katanya.
Anggota Pansus II Ilwani menambahkan, Ranperda ini sudah tiga kali digulirkan. Pada pembahasan sebelumnya, Ranperda ini gagal disahkan karena belum adanya kesepahaman dari berbagai pihak.
“Ranperda yang saat ini tentunya sudah disempurnakan mengingat ketentuan dan peraturan yang berubah secaar dinamis. Kami berharap Ranperda ini segera disahkan. Terkait isinya tentu dengan mempertimbangkan usulan masyarakat, terutama dunia usaha,” ujarnya.
Pada public hearing itu, para pengusaha di Kabupaten Kudus keberatan dengan besaran kewajiban alokasi anggaran untuk CSR pada Ranperda Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (TJSLP). Ranperda itu tengah dibahas oleh Pansus II DPRD Kudus.
Dalam Pasal 15 tentang Pembiayaan Ranperda itu disebutkan, besaran dana tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan sebesar 2 persen dari laba bersih perusahaan per tahunnya setelah dipotong pajak.
Ketentuan itu hanya berlaku untuk perusahaan dengan laba bersih diatas Rp 100 juta.
Sekretaris Kadin Kudus Abdullah Zaim. Penentuan besaran CSR dalam Ranperda itu perlu dikaji ulang dengan memperhatikan tata perundang-undangan yang lebih tinggi.
“Sesuai instruksi ketua Kadin, kami menyampaikan jika Kadin belum bisa menerima usulan Ranperda ini,” katanya.
Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kabupaten Eko Djumartono mengatakan, keberatan para pengusaha atas rencana penentuan besaran CSR pada Ranperda itu cukup beralasan.
Apalagi setiap perusahaan di Kudus telah menyalurkan CSR-nya masing-masing secara langsung kepada masyarakat. Ia mengusulkan agar besaran CSR dalam Ranperda itu tidak disebutkan secara rinci.
“Ada baiknya hanya disebutkan besaran CSR sesuai kemampuan masing-masing perusahaan. Selain itu juga perlu dipikirkan keuntungan apa yang akan didapat perusahaan jika telah menyalurkan CSR melalui pengesahan Ranperda ini,” katanya.
Ia sepakat jika proses pembangunan infrastrukur di Kudus perlu ditopang anggaran CSR dari perusahaan.
“Misalnya untuk pengelolaan taman. Bisa saja nanti sebagai imbal baliknya ada papan atau tulisan yang menyebutkan jika taman ini dipelihara oleh perusahaan A. Ini sebagai bentuk apresiasi perusahaan yang telah berbuat sesuatu untuk fasilitas publik,” katanya. (sol)