Site icon Berdikarinews.id

Jateng Sehat, Puskesmas Perlu Kolaborasi dengan Poskestren

Istri Wakil Gubernur Jawa Tengah Nawal Arafah Yasin saat menajdi narasumber narasumber program variety show “Jogo Tonggo” di TVRI, Jumat (12/11/2021). Foto: Dok Humas Jateng

Kudus, berdikarinews.id – Keberadaan pos kesehatan pesantren (poskestren) dan kader Santri Husada di setiap pondok pesantren sangat diperlukan. Keberadaan mereka diharapkan mampu berkolaborasi denga banyak pihak, termasuk Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk mewujudkan sistem pembangun kesehatan yang penthatelix.

Saat menjadi narasumber program variety show “Jogo Tonggo” di TVRI, Jumat (12/11/2021), Istri Wakil Gubernur Jawa Tengah Nawal Arafah Yasin menyampaikan, jumlah pondok pesantren di Jawa Tengah saat ini mencapai lebih dari 4.000. Karena terbatasnya sumberdaya pemerintah, untuk mewujudkan santri dan lingkungan pondok yang sehat dibutuhkan partisipasi pesantren untuk bekerja sama.

“Kita harus mendorong semua pesantren di Jateng, paling tidak ketika tidak memiliki sarana (poskestren), (pesantren) melatih kader-kader Santri Husada (seperti) yang kita programkan,” katanya.

Kader Santri Husada dipilih dari kalangan santri oleh pengurus poskestren. Santri yang dipilih bersedia secara sukarela, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan poskestren. Sebelum melaksanakan tugasnya untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi kegiatan promotif (sosialisasi), preventif (pencegahan), rehabilitatif (pemulihan) dan kuratif (penyembuhan), para kader terlebih dahulu akan diberikan pelatihan. Pelatihan ini dilaksanakan dengan bekerja sama dengan puskesmas setempat.

“Jadi ketika sudah ada kader, walaupun belum ada gedung poskestrennya tapi sudah ada kadernya yang mengedukasi,” ujarnya.

Dokter Puskesmas Purwodinatan Surakarta, dr Valentina sepakat dengan pernyataan Nawal. Keberadaan kader Santri Husada sangat membantu puskesmas. Selama ini puskesmas tidak bisa bekerja sendiri dalam mewujudkan pembangunan di bidang kesehatan. Pihaknya memiliki banyak jaringan kerjasama dalam melaksanakan tugas pokok fungsinya.

“Ini bagaimana puskesmas itu bisa bersinergi dengan berbagai pihak. Kalau yang sering kita dengar itu pentahelix ya (pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat dan media). Kita buat, supaya semua program itu berjalan dengan kolaboratif. Jadi tidak bisa sendiri-sendiri. Pesantren sendiri, puskesmas sendiri tanpa masyarakat, tanpa pihak sektor publik maupun swasta yang lain,” urainya.(sol)

 

Exit mobile version