Kudus, berdikarinews.id – Konflik Sudan yang terjadi saat ini memaksa Pemerintah Indonesia untuk memulangkan warga negara Indonesia (WNI), termasuk 22 alumni Ponpes Al Buruj, Jepara dan 15 diantaranya adalah warga Kabupaten Jepara. Karena saat ini kondisi perang saudara di Sudan sudah cukup mengkhawatirkan, mengingat sudah sampai di ibu kota Sudan, Khortum.
Perlu diketahui, Sudan merupakan salah satu negara yang menjadi pilihan warga Indonesia yang hendak belajar sebagai mahasiswa di sana. Karena memang banyak santri dari Indonesia yang sudah menjadi lulusan perguruan tinggi di Sudan.
Dari data yang ada, setidaknya ada 22 warga Kabupaten Jepara yang berada di negara tersebut. Semuanya merupakan pelajar yang tengah menempuh pendidikan tinggi di berbagai universitas di Sudan.
Dari pembelajar itu, Sebagian besar merupakan alumni dari Pondok pesantren Al-Buruh Jepara. ”Saat ini mereka sedang mengikuti proses evakuasi dari ibukota Sudan, Khartum,” kata Pengurus Ikatan Slumni Sudan yang juga pengasuh Ponpes Al-Buruj Jepara Abdul Baits Muhtar.
Sebenarnya, ada 25 warga Jepara yang belajar di Sudan, namun untuk tiga mahasiswa lainnya sudah berada di Indonesia. Sehingga tinggal 22 mahasiswa tersebut yang saat ini tengah mengikuti proses evakuasi akibat konflik Sudan tersebut.
Saat ini 22 mahasiswa tersebut sudah berada di Jeddah, Arab Saudi dan selanjutnya menunggu kepulangan Indonesia. Sehingga saat ini pihaknya langsung menuju Jakarta untuk menunggu kepulangan santri.
Dari 22 santri tersebut, selain 15 orang yang merupakan warga Jepara, sisanya merupakan penerima beasiswa dari berbagai Ponpes, seperti dari kajen, Pati dan lainnya. ”Jika di total sebenarnya ada 35 santri Al- Buruj yang menimba ilmu di Sudan, ada yang warga Jepara sendiri dan ada juga yang ada Lampung, Sumatera, Jawa Timur hingga Sulawesi,” terangnya.
Karena santri tersebut juga terkait keluarganya, pihaknya juga telah melakukan komunikasi dengan pihak keluarga para santri atau mahasiswa tersebut. Sehingga pihak keluarga juga tenang, karena proses evakausi juga sudah berjalan baik.
Seperti diketahui sebelumnya, konflik Sudan pecah berawal saat negara tersebut dilanda kudeta pada 2021 lalu. Mulai saat itu Sudan dijalankan langsung oleh dewan jenderal yang dipimpin dua petinggi militer. Dari sinilah konflik Sudan muncul seperti saat ini akibat perselisihan kedua petinggi militer tersebut.
Dua jenderal tersebut yakni Jenderal Andel Fatah Al-Burhan yang merupakan kepala Angkatan bersenjata yang juga presiden Sudan. Jenderal kedua yakni Mohamed Hamdan Dagalo atau yang dikenal dengan Hemedti yang merupakan wakil presiden yang juga pemimpin paramiliter RSF.
Konflik Sudan pecah saat adanya rencana memasukkan sekitar 100.000 Rapid Support Forces (RSF) ke dalam tentara Sudan. Pertanyaan muncul, lalu siapa yang kemudian akan memimpin pasukan baru tersebut.
Usai rencana itu tak kunjung selesai, akhirnya ada pergerakan RSF di kota-kota yang ada di Sudan. Dari sanalah tentara menganggapnya sebagai sebuah ancaman karena adanya pergerakan tersebut, akhirnya munculnya konflik Sudan atau perang saudara seperti saat ini.(lis)