Kudus, berdikarinews.id – Dalam sosialisasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT), terutama terkait rokok ilegal, banyak peserta yang masih belum bisa membedakan cukai rokok dan pajak rokok. Akhirnya banyak yang menanyakan persoalan tersebut sehingga masyarakat mendapatkan gambaran pentingnya cukai dan pajak rokok untuk pemasukan negara.
Dengan penjelasan pentingnya cukai dan pajak rokok bagi pemasukan negara, harapannya masyarakat nantinya semakin sadar terkait dampak negative dari rokok ilegal yang secara jelas merugikan nengara. Karena rokok ilegal tidk membayar cukai dan pajak rokok.
Selain itu produksinya juga tidak bisa dikontrol sehingga akan membahayakan masyarakat itu sendiri.
Cukai rokok adalah pungutan yang dikenakan atas barang kena cukai berupa hasil tembakau yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya. Sehingga tidak hanya rokok saja yang kena cukai, tapi bahan bakunya juga terkena cukai.
Sedangkan untuk pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah pusat berdasar pada cukai rokok yang dipungut. Dari sana sudah ada perbedaan yang cukup jelas.
Sehingga objek cukai rokok adalah hasil olahan tembakau, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya. Sementara objek pajak rokok adalah konsumsi rokok. Dan kesemua pungutan tersebut dibebankan kepada konsumen rokok.
Bupati Kudus Hartopo mengatakan, industri rokok di Kudus menyumbang pendapatan negara dari sektor cukai cukup besar. Dalam satu tahun, industri rokok Kudus bisa memberikan sekitar Rp 48 triliyun dari cukai.
Atas besaran pendapatan cukai tersebut, Kabupaten Kudus akhirnya mendapatkan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBHCHT) yang cukup lumayan. Karena ada mekanisme pembagian yang akhirnya Pemkab Kudus mendapatkan bagi ahsil dana cukai paling besar dibanding lainnya.
”Pemkab Kudus tahun ini mendapatkan alokasi DBHCHT Rp 174 miliar, dana tersebut tentunya cukup besar sehingga kami alokasikan secara maksimal sesuai aturan yang ada,” jelasnya.
Setiap program atau kegiatan Pemkab Kudus yang dialokasikan dari DBHCHT, mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 215 tahun 2021. Karena memang penggunaannya tidak bisa seenaknya, harus menyesuaikan regulasi yang ada.
Jika sebelumnya alokasi DBHCHT bisa berupa block grant atau bisa dianggarkan untuk kegiatan yang menyesuaikan kebutuhan daerah, seperti membangun jalan, kini tidak bisa. Karena dalam PMK tersebut, lebih kepada specific grant, ada batasan – batasan dalam penggunaan DBHCHT.
Seperti 50 persen untuk bidang kesejahteraan rakyat, 40 persen untuk bidang kesehatan dan 10 persen untuk penegakan hukum. Berbagai kegiatan akhirnya dibuat Pemkab Kudus dengan mengacu aturan tersebut dan sudah berjalan cukup maksimal hingga akhir tahun ini.(sol)