BERDIKARINEWS.ID – Tradisi sewu kupat kembali digelar di Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, setelah absen lima tahun terakhir. Ketua DPRD Kudus H Masan SE MM turut hadir di tengah ribuan masyarakat yang antusias mengikuti rangkaian tradisi kupatan di Kudus itu.
Masan mengatakan, tradisi Sewu Kupat di Desa Colo menjadi salah satu ragam untuk meluhurkan kiprah para Walisongo sekaligus wujud syukur di momen Bada Kupat. Ia mendukung giat tradisi Sewu Kupat Sunan Muria yang dilaksanakan di Taman Ria Colo, Dawe, Kudus pada Rabu (17/4) itu digelar setiap tahun.
“Tradisi sewu kupat ini menjadi ajang silaturahmi sekaligus menguri-uri tradisi nenek moyang. Melihat antusiasme warga yang hadir, tidak salah jika tradisi sewu kupat harus masuk pada kalender wisata tahunan Kabupaten Kudus,” katanya.
Sejumlah tokoh hadir pada tradisi sewu kupat itu, antara lain Pj Bupati Kudus Muhamad Hasan Chabibe dan Anggota DPR RI yang juga mantan Bupati Kudus H Musthofa.
Masan mengapresiasi jalannya tradisi untuk menjaga pelestarian budaya lokal. Menurutnya, masyarakat juga berperan penting dalam menjaga budaya jawa.
“Tradisi ini membuat masyarakat guyub rukun sekaligus melestarikan budaya leluhur. Kearifan lokal seperti ini yang perlu terus dijaga dan dilestarikan,” ujarnya.
Antusiasme warga begitu terlihat saat digelarnya tradisi sewu kupat. Sebanyak 23 gunungan berisi kupat dan lepet langsung ludes setelah diserbu warga.
Selepas subuh, sejumlah warga telah terlihat berlalu lalang di sekitar kawasan makam Sunan Muria. Mereka tampak memanggul gunungan berisikan kupat lepet yang telah dihias sedemikian rupa menuju ke lokasi pemberangkatan.
Setelah nyekar dan doa bersama di makam Sunan Muria, barulah gunungan kupat lepet itu dikirab menuju Taman Ria Colo. Sesampainya di lokasi, tampak telah disambut dengan selawat terbang papat yang dibawakan warga desa setempat.
Gunungan kupat lepet itu sendiri kemudian ditata di lapangan di dalam Taman Ria Colo. Setelah sejumlah kesenian tradisional dan doa bersama gunungan itu kemudian diperebutkan oleh warga yang hadir disana. Tak sampai 30 menit, berbagai hasil bumi dan kupat lepet itu telah ludes.
Menariknya lagi dalam tradisi itu panitia juga menyediakan kopi muria serta lontong opor gratis bagi para pengunjung. Opor itupun bisa dinikmati dengan kupat yang didapatkan dari gunungan yang telah diperebutkan sebelumnya.
Ketua Panitia Sewu Kupat Colo Muhammad Antono mengatakan, tingginya antusiasme terhadap tradisi itu muncul lantaran telah dua tahun tidak digelar. Menariknya di tahun ini festival sewu ketupat Muria itu diikuti tak hanya warga desa Colo saja. Tapi dari seluruh desa se kecamatan Dawe.
“Total ada sebanyak 23 gunungan. Sebanyak 17 gunungan itu dari desa-desa sekecamatan Dawe sementara enam lainnya dari Desa Colo,” katanya.
Istilah sewu kupat sendiri muncul sebagai simbol seguyub atau gotong royong untuk kembali menguri-uri tradisi serta wujud syukur setelah melaksanakan puasa sebulan penuh dan dilanjutkan bermaaf-maafan.
“Setiap kepala keluarga mensedekahkan enam kupat dan enam lepet. Kalau ditotal ada sekitar 4 ribu kupat dan 4 ribu lepet. Makna kupat sendiri bisa diartikan ngaku lepat atau mengaku salah sebagai wujud saling bermaaf-maafan,” terangnya.(lis)